Kegiatan
Kamis, 28 Agustus 2025
Hidup dalam situasi keberagaman di Indonesia yang sangat plural selalu membawa kita pada perjumpaan dengan yang lain yang berbeda dengan diri kita sendiri. Dalam proses perjumpaan itu dibutuhkan adanya dialog agar kehidupan dapat berjalan dengan lebih baik.
Salah satu bentuk dialog yang mungkin untuk diwujudkan dalam konteks negara kita adalah bersikap toleran dengan umat beragama lain yang berbeda dengan kita.
Bersikap toleran adalah salah satu ja lan yang harus ditempuh oleh semua umat beragama dala m usahanya untuk mewujudkan kerukunan hidup umat beragama. Karena peran penting yang termuat di dalamnya maka pokok bahasan toleransi harus juga mendapat perhatian secara khusus.
Kata toleransi berasal dari kata Latin, tolerare. Kata kerja tolerare mempunyai arti pokok, yaitu: (1) membawa, memegang; (2) menanggung, menyabarkan, menahan, membetahkan, membiarkan ; dan (3) memelihara (dengan susah payah), mempertahankan supaya hidup, dan menghidupi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata toleransi memiliki arti: (1) sifat atau sikap toleran dua kelompok yang berbeda kebudayaannya; (2) batas ukur untuk penambah an atau pengurangan yang masih diperbolehkan; dan (3) penyimpangan yang masih diterima dalam ukuran kerja. Dari berbagai macam rumusan itu, istilah toleransi memiliki arti suatu keterbukaan yang mencakup sikap, sifat, dan semangat hidup dalam kebersamaan dan perjumpaan dengan yang lain. Makna yang termuat dalam pemahaman itu adalah makna yang sangat positif. Dalam pluralitas kehidupan yang kita hadapi sekarang ini, kita dituntut untuk bersikap positif, yaitu mau menanggung, mau sabar, gigih, tabah,
dan bersikap membiarkan.
Dasar utama berkaitan dengan masalah toleransi antar umat beragama adalah kebebasan beragama yang diberlakukan di negara kita. Nuansa kebebasan beragama ini tercantum dengan jelas misalnya dalam UUD 1945, pasal 29. Di dalam pasal tersebut dikatakan bahwa "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tia p penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu". Kebebasan beragama itu sendiri bersumber dari martabat manusia.
Dasar utama itu kemudian diturunkan menjad i dasar yuridis yang menjadi arah dan patokan dalam menumbuh-kembangkan sikap toleransi antar umat beragama. Dasar yuridis yang bisa dijad ikan sebagai arah dan patokan dalam menumbuh-kembangkan sikap toleransi antar umat beragama adalah dasar negara kita yaitu Pancasila. Pancasila dari satu sisi, menjamin ruang kebebasan agar setiap warga negara dapat mengam bil sikap religius dan membina hidup religius dalam kebebasan. Di sisi lain, Pancasila mengungkapkan juga harapan bahwa agama-agama memainkan peranan yang cukup penting dalam membentuk kehidupan dalam semangat kemanusiaan, persatuan dan keadilan.
Dengan penalaran seperti itu menjadi jelas bahwa dasar negara kita, Pancasila, akan menjadi bermakna jika dihayati sebagai nilai-nilai yang diamalkan dan diperjuangkan. Begitu juga sebaliknya, Pancasila akan menjadi rumusan kosong belaka atau menjadi sarana kepentingan kelompok tertentu kalau dipakai untuk memperjuangkan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai yang dikandungnya.
Toleransi atau bersikap toleran merupakan hal yang mutlak yang harus ada ketika kita menjalani kehidupan dalam kebersamaan dengan orang lain yang berbeda dengan diri kita. Di manapun dan kapanpun kita hidup, baik dalam keluarga, kampus, masyarakat, ataupu n bersama dengan kelompok sosial lainnya, kita harus bersikap toleran. Bagaimana bersikap toleran dalam bidang-bidang kehidupan tersebut dapat diwujudkan?
Toleransi dalam kehidupan berkeluarga merupakan dasar bagi pembangu nan toleransi dalam kehidupan yang lebih luas. Kalau masing-masing keluarga dapat hidup rukun satu sama lain, maka masyarakat (yang berdasar pada keluargakeluarga) juga akan mengalami kehidupan yang rukun dan damai.
Toleransi dalam keluarga berawal dengan komunikasi. Melalui proses komunikasi yang seimbang, setiap anggota dalam keluarga itu diharapkan dapat saling mengetahui situasi, pengalaman, dan kebutuhan pribadi-pribadi lain, sehingga masing-masing bisa saling mengingatkan, menegur, dan menyadarkan seandainya terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Dalam dunia kampus, bersikap toleran dimaknai sebagai usaha menghargai kepribadian orang lain yang berbeda dengan saya, kelompok saya, maupun fakultas saya. Penghargaan terhadap keberadaan pribadi lain itu diwujudkan dalam bentuk kepedulian (bersikap peduli) terhadap semua pihak yang menyokong terselenggaranya dinamika kampus, mulai dari para cleaning-service, satpam, kantin, warung-warung di sekitar kampus, tukang becak, tenaga non-akademik, dan seterusnya.
Kepedulian dengan mereka membutuhkan kemampuan untuk berempati (berbela rasa) dan bukan bersimpati. Melalui empati terhadap semua pihak itu, kita dapat hidup dalam kebersamaan yang manusiawi.
Toleransi dalam kehidupan bermasyarakat dimula i, dijalani, dan diakhiri dengan mengguna kan bahasa kemanusiaan. Dengan menggunakan bahasa kemanusiaan kita bisa menjalin hubungan yang mendalam dengan pribadi lain tanpa pandang bulu. Hubungan itu didasarkan pada kesadaran utuh bahwa manusia sebagai manusia tidak bisa tidak harus saling tolong menolong dalam keadaan apapun. Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan sesamanya.
Dalam situasi yang sekarang ini, pengembangan sikap toleransi dalam kehidupan bermasyarakat merupakan sesuatu yang sangat mendesak untuk diwujudkan, khususnya bagi yang miskin dan tertindas. Intinya, sebagai anggota masyarakat kita dituntut untuk peka satu sama lain sehingga saling menangkap apa yang dibutuhkan oleh sesama yang lain. Dengan kepekaan itu diharapkan seluruh umat manusia mau dan rela saling menanggung penderitaan satu sama lain. .
Kita semua menyadari bahwa saat ini kita hidup dalam kebersamaan dengan saudara-saudari kita yang beragama berbeda dengan kita. Dalam situasi dan kondisi yang semacam ini, kita diajak untuk membangun dan mengembangkan toleransi dalam kehidupan beragama. Benar bahwa apa yang disebut dengan agama tidak dapat ditoleransikan karena berkaitan dengan dogma, ritus, ajaran, dan hukum hukum tertentu. Bagaimana langkah itu harus diambil?
Kehidupan bersama umat manusia ditandai dengan apa yang disebut dengan kemajemukan agama (pluralisme agama). Bersama mereka kita dipanggil untuk membangun kehidupan yang lebih baik, meskipun dalam kenyataan konkritnya sering kita jumpai banyaknya persoalan yang timbul dari masalah perbedaan agama.
Satu langkah positif yang bisa ditempuh adalah dengan menjalankan dialog. Langkah dialog akan menjadi berdayaguna kalau antar umat beragama saling memahami bahasa satu sama lain. Dialog itu akan berjalan dengan baik kalau dialami sebagai suatu hubungan personal, hubungan mendalam antar pribadi. Sapaan-sapaan yang pribadi membuat seseorang tidak mampu menghindar. Sapaan yang pribadi memungkinkan terjadinya sikap saling terbuka dan bekerja sama dalam segala hal. Sapaan yang pribadi mengangkat martabat manusia sebagai manusia, bukan sebagai barang atau benda yang sama sekali tidak berharga.
Melihat beberapa faktor dasar tersebut, sikap Gereja Katolik dalam hubungan ini ialah menghargai dengan penuh rasa hormat tingkah laku dan tata cara hidup, peraturan-peraturan serta ajaran agama lain. Dengan kata lain Gereja Katolik tidak menolak apa saja yang benar dan suci dalam agama-agama lain, tetapi justru harus ikut memelihara dan memperkembangkan unsur-unsur tersebut (bdk. NA.2,2 dan 3).
Secara konkrit sikap Gereja terhadap agama lain adalah sikap dialog, misalnya dialog kehidupan: Penganut agama berbeda hidup bersama sebagai tetangga secara damai dan dengan saling membantu. Dialog kegiatan: Penganut pelbagai agama bekerja demi pembangunan dan pembebasan manusia. Dialog teologi: Ahli bertukar pikiran untuk mengerti dengan lebih baik warisan rohani dan nilai-nilai dari tradisi mereka masing-masing. Dialog pengalaman religius: Dialog antara orang yang berakar secara mendalam di dalam tradisi religius mereka masing-masing dan berusaha men-sharing-kan pengalaman religius itu untuk saling rnemperkaya.
Pelbagai bentuk dialog ini saling berhubungan. Semua bentuk dialog itu ha rus mendukung juga pembangunan integral masyarakat, keadilan sosial dan pembebasan manusia. Dengan dialog itu orang dapat melihat keunggulan masing masing yang dapat dimanfaatkan demi kepentingan bersama dan akan lebih mudah untuk melihat serta menerima unsur-unsur yang mempersatukan dari pada unsur- unsur yang memisahkan.
Oleh karena itu, dalam konteks Indonesia, Gereja selalu ditantang untuk semakin menjadi 100% Katolik, sekaligus 100% Indonesia (Mgr. A Soegijapranata). Apalagi di milenium baru ini, adalah suatu keharusan bagi orang-orang kristiani, baik secara personal dan terutama komunal, untuk mulai perjumpaan yang semakin terbuka dengan masyarakat budaya-budaya dan penganut agama dan kepercayaan dalam lingkup kehidupan sehari-hari, bukan saja demi menjaga kesatuan Indonesia akan tetapi juga dalam menghadapi tantangan bersama arus globalisasi yang semakin sekuler disatu sisi dan realitas kemiskinan di sisi yang lain. Di benua Asia, agama dan juga penganutnya mau tidak mau harus berjumpa dengan pluriformitas (keberagaman) keyakinan agama. Agama yang tidak mau bersentuhan dengan kenyataan itu akan ditinggalkan oleh para penganutnya. Perjumpaan dengan umat beragama lain atau yang menghayati keyakinan yang berbeda dengan keyakinannya/agamanya sendiri terlaksana ketika dalam kehidupan bermasyarakat orang tersebut berusaha untuk hidup rukun dan bersikap toleran dengan orang yang berbeda dengan dirinya. Kerukunan dan toleransi adalah salah satu jal an yang ditempuh demi terwujudnya kehidupan yang lebih manusiawi.
Surabaya, 09 September 2022
Drs. B. Radi Karyojoyo, S.Pd., M.Th.