Kegiatan
Kamis, 04 September 2025
Relevansi Kepemimpinan Kewijayakusumaan di Era Society 5.0[1]
Johan Paing, FX Wisnu Yudo Untoro, Siswoyo
Fakultas Teknik Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
johanpaing_ft@uwks.ac.id
Abstract
In the era of the Majapahit Kingdom, Raden Wijaya's leadership character was able to bring him to the top of glory by uniting most of the archipelago. Today, 600 years after the Majapahit era, times have changed completely. Starting from the first industrial revolution which began in 1784, we have now entered the era of Society 5.0. The problem statement that we want to answer through this research is whether Kewijayakusumaan's leadership character is still relevant in the era of society 5.0? This research uses a quantitative approach with a questionnaire based on a 1-5 Likert scale. The Kewijayakusumaan leadership indicators studied were teguh, teteg, tatag, tanggon and trapsila. The samples were lecturers and employees at Wijaya Kusuma University, Surabaya. There are 45 respondents who filled out the Google form. The results showed that 90% stated that they always or often use the principles of Wijayakusumaan in family life or in the social environment or in the work environment. This means that the local wisdom of the Wijayakusumaan leadership character remains relevant today.
Keywords: majapahit, leadership, kewijayakusumaan, society 5.0
Abstrak
Di era Kerajaan Majapahit, karakter kepemimpinan Raden Wijaya mampu membawanya sampai pada puncak kejayaan dengan mempersatukan sebagian besar kepulauan nusantara. Saat ini, 600 tahun setelah era Majapahit, jaman berubah total. Berawal dari revolusi industri pertama yang dimulai sejak tahun 1784, sekarang sudah memasuki era Society 5,0. Problem statement yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah masih relevan kah karakter kepemimpinan Kewijayakusumaan di era society 5.0 ?penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan kuisioner berbasis skala Likert 1-5. Adapun indikator kepemimpinan Kewijayakusumaan yang diteliti adalah teguh, teteg, tatap, tanggon dan trapsila. Sampelnya adalah para dosen dan karyawan di lingkungan Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Dari 45 responden yang mengisi google form didapatkan hasil bahwa 90% menyatakan selalu atau sering menggunakan prinsip – prinsip kewijayakusumaan dalam kehidupan berkeluarga atau dalam lingkungan sosial kemasyarakatan atau dalam lingkungan pekerjaan. Hal ini berarti kearifan lokal karakter kepemimpinan kewijayakusumaan tetap relevan sampai saat ini.
Kata Kunci: Majapahit, kepemimpinan, kewijayakusumaan, society 5.0
PENDAHULUAN
Di era kepemimpinan Raden Wijaya, Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Setelah berhasil menumpas berbagai pemberontakan dan menegakkan kembali kewibawaan kerajaan, Raden Wijaya bersama Mahapatih Gajah Mada berhasil mempersatukan wilayah nusantara. Namun, di tahun 1400, Kerajaan Majapahit runtuh sesuai dengan ramalan sirna ilang kertaning bumi.
Saat ini, 600 tahun setelah era Majapahit, jaman berubah total. Berawal dari revolusi industri pertama yang dimulai sejak tahun 1784, sekarang sudah memasuki era Society 5,0. Mesin uap telah merubah model pabrik menjadi sebuah unit produksi masal. Prinsip efektif dan efisien menjadi indikator utama kinerja, baik sumber daya ataupun industri. Hasil kerja manusia dibandingkan dengan output mesin yang tak pernah lelah ataupun berhenti bekerja. Motto time is money menjadi sangat populer. Model kepemimpinan yang mulai berkembang diera ini adalah manajemen ilmiah, suatu model kepemimpinan yang berbasis metoda ilmiah. Selain itu, ada pula model kepemimpinan berbasis pendekatan kemanusiaan yang menolak prinsip metoda ilmiah diterapkan untuk menyelesaikan problem – problem sumber daya manusia.
Tahun 1969, mesin komputer mulai diperkenalkan. Teknologi ini kemudian menjadi dasar berkembangnya sistem informasi manajemen. Produksi masal semakin berkembang dengan adanya dukungan otomatisasi. Pabrik-pabrik dapat beroperasi hanya dengan menekan tombol start dan hanya membutuhkan beberapa tenaga pengawas saja. Efektifitas dan efisiensi semakin menjadi sebuah tuntutan. Semua nya menjadi serba cepat tanpa meninggalkan aspek ke-akurat-an. Diera ini, system pengambilan keputusan manajemen mulai didukung oleh pemodelan matematika sebagai hasil dari konsep operation research yang diterapkan pada masa perang dunia II. Sebuah problem yang kompleks dianalisis dengan memecahnya menjadi sub-sistem yang lebih sederhana kemudian dipecahkan secara parsial. Pendekatan ini menjadi basis manajemen by system.
Di tahun 2010, Tan & wang menyatakan bahwa mesin – mesin otomatis semakin berdaya guna ketika terintegrasi dengan jaringan internet (internet of things). System kerja lokal mulai kehilangan batas-batasnya. Dunia menjadi sebuah unit global. Sebuah strategi atau model kepemimpinan yang sangat berhasil disuatu daerah, ternyata tidak selalu berhasil ketika diaplikasikan di daerah lain. Pemahaman ini menghasilkan model kepemimpinan situasional.
Dalam kerangka kerja global, semua data terintegrasi menjadi satu (big data). Pola hidup manual ber-transformasi menjadi digital. Muncullah e-money, e-communication dan lain-lain. Model kepemimpinan pun ikut bertranformasi menjadi kepemimpinan digital (digital leadership). Revolusi industry 4.0 lebih berfokus pada aspek teknologi dan bisnis. Society 5.0 adalah konsep yang lebih luas yang merujuk pada transformasi masyarakat secara keseluruhan melalui pemanfaatan teknologi canggih untuk mengatasi tantangan sosial, ekonomi dan lingkungan (Purba et al, 2023). Hal ini mendasari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan 17 poin indikator sustainability development goals (SDG’s).
Penelitian Muh Zahfri (2022) yang berjudul Analisis dan Evaluasi Konsep-Konsep Kepemimpinan dalam Bisnis: Sebuah Tinjauan Literatur, yang diterbitkan dalam Aufklarung : Jurnal Pendidikan, Sosial dan Humaniora vol 2 no 1, bertujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi berbagai konsep kepemimpinan dalam bisnis melalui tinjauan literatur. Objek dan tema penelitian ini adalah konsep-konsep kepemimpinan dalam bisnis, termasuk kepemimpinan transformasional, situasional, transaksional. Metode penelitian yang digunakan adalah tinjauan literatur, yaitu mengumpulkan dan menganalisis sumber-sumber seperti buku, jurnal, dan artikel yang membahas tentang konsep-konsep kepemimpinan dalam bisnis.
Abdullah (2008) menyatakan bahwa setiap konsep kepemimpinan memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing dan memiliki konteks yang berbeda-beda. Konsep kepemimpinan transformasional dianggap memberikan dampak yang positif pada kinerja karyawan dan organisasi, sedangkan kepemimpinan situasional dianggap paling tepat diterapkan pada situasi dan kondisi yang berbeda-beda. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa untuk memperoleh hasil terbaik dalam bisnis, pemimpin harus memahami dan memilih konsep kepemimpinan yang sesuai dengan situasi dan kondisi perusahaan. Evaluasi dan analisis terhadap berbagai konsep kepemimpinan dalam bisnis harus dilakukan secara terus-menerus agar pemimpin dapat membuat keputusan yang tepat dan memastikan kesuksesan perusahaan.
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka problem statement yang ingin diungkap adalah masih relevankah model Kepemimpinan Kewijayakusumaan diera society 5.0 ?
2. Tujuan Penelitian
Mengevaluasi dan menganalisis penerapan model kepemimpinan kewijayakusumaan di era society 5.0.
3. Manfaat Penelitian
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah berkontribusi pada grand theory Manajemen Sumber Daya Manusia, khususnya pada applied theory model kepemimpinan. Sedangkan manfaat praktisnya adalah memberikan kebanggaan nasional (nasionalisme) bahwa kearifan lokal mampu tetap relevan di era yang serba berbeda.
METODE PENELITIAN
penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu : 1) studi steoritis dan studi empiris. Studi teoritis dilakukan dengan menelusuri teori – teori manajemen sumber daya manusia, khususnya pada applied theory kepemimpinan. Ada 4 teori kepemimpinan yang pelajari, yaitu kepemimpinan transformasional, kepemimpinan transaksional, kepemimpinan digital dan kepemimpinan kewijayakusumaan. Untuk studi empiris dilakukan dengan menelusuri artikel-artikel di jurnal nasional maupun internasional melalui google scholar dan scopus terkait dengan topik kepemimpinan.
Setelah kajian teori dan empiris, dibuatlan problem statement agar focus pembahasan mengerucut dan mendalam serta tidak bias. Berdasarkan batasan masalah inilah ditetapkan hipotesa penelitian.
Proses pembuktian penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menyebarkan kuisioner dalam bentuk google form berbasis skala Likert 1-5 kepada responden secara acak. Indikator kepemimpinan kewijayakusumaan yang digunakan adalah : teguh, teteg, tatag, tanggon dan trapsila (Soedijatmiko, 2023). Adapun definisi operasional indikator – indikator tersebut, yaitu : 1) Teguh, yaitu keteguhan dan kedalaman sikap, sehingga tidak pernah goyah dalam pendirian. 2) Teteg sebagai konsekwensi sikap teguh, berupa sikap pantang menyerah dan tidak tergeming atas pengaruh negatif yang bertujuan merongrong pendirian, kebijakan, serta kewibawaan. 3) Tatag merupakan sikap tidak takut dan tidak gentar menghadapi rintangan/masalah yang hadir sebagai konsekwensi keteguhan pendirian. 4) Tanggon adalah watak amanah/dapat dipercaya yang merupakan modal kepercayaan pimpinan. 5) Trapsila menunjukkan kemuliaan sikap dengan menjauhkan diri dari tindak jumawa, melainkan tetap trapsila, tetap berperilaku santun serta rendah hati dalam mengarungi samudra kehidupan, meski keberhasilan besar telah diraih.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan 2 cara, yaitu survey dan dokumentasi (Sugiono, 2020). Teknik survey yaitu pengumpulan data atau informasi pada populasi yang besar dengan menggunakan sampel yang lebih kecil. Metode ini juga dilakukan dengan mengadakan pengamatan terhadap suatu proses yang tengah berlangsung atau berjalan. Survey, pada penelitian ini menggunakan alat atau instrument berupa kuisioner. Kuisioner dibuat secara online melalui bantuan aplikasi google form dengan sebelumnya mengontak langsung responden satu per satu sebelum mengirimkan link kuisioner. Cara ini dipilih dengan harapan antara peneliti sudah memiliki keterikatan emosional terlebih dahulu dengan responden. Dan selanjutnya, responden dengan tanpa paksaan dan obyektif bisa memberikan informasi yang valid dan relevan pada setiap pernyataan yang diajukan didalam kuisioner. Teknik dokumentasi adalah mengumpulkan data dengan cara meneliti semua dokumen – dokumen atau catatan yang berhubungan dengan penelitian ini. Dokumentasi digunakan untuk mngumpulkan data – data yang berasal dari sumber sekunder.
Untuk mendapatkan data yang baik, maka perlu dilakukan pengujian skala pengukuran item pernyataan dalam kuisioner dengan uji validitas dan uji reliabilitas. Uji validitas, uji reliabilitas dan uji t dalam penelitian ini menggunakan alat bantu Statistical Product and Service Solutions (SPSS). Validitas mengandung pengertian bahwa hasil pengukuran sudah valid atau tidak menyimpang dari ketentuan yang ada. Penelitian dikatakan valid jika nilai Pearson Correlation menghasilkan nilai signifikansi lebih kecil dari 5% (Ghozali, 2012). uji reliabilitas adalah derajat ketepatan, ketelitian atau keakuratan yang ditunjukkan oleh instrument pengukuran. Analisis ini bertujuan untuk mengukur konsistensi dari setiap item pertanyaan pada kuisioner. Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan rumus Cronbach Alpha. Ukuran yang dipakai untuk menunjukkan instrumen memenuhi composite reliability adalah nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0,6 (Ghozali, 2012).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil
Ada 45 responden yang mengisi google form dengan prosentasi jenis kelamin laki-laki 53% dan perempuan 47%. Untuk distribusi usia dibawah 40 tahun sebanyak 32%, usia 40-50 tahun sebanyak 22%, dan usia 50-60 tahun sebanyak 40%. Untuk masa kerja 5-10 tahun sebanyak 31%, untuk masa kerja 10-15 tahun sebanyak 22% dan masa kerja diatas 15 tahun sebanyak 42%. Sebagian besar responden berpendidikan terakhir perguruan tinggi (95%).
Pada uji validitas nilai Pearson Correlation menghasilkan nilai signifikansi lebih kecil dari 5%. Sedangkan uji reliabilitas memberikan nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0,6. Maka, secara teoritis data – data yang didapatkan telah memenuhi syarat validitas dan reliabilitas. Sedangkan analisis data utama dijelaskan pada paragraf dibawah ini.
Pada indikator 1 yaitu prinsip teguh, 55% responden menjawab selalu menggunakan prinsip teguh dan 40% responden menjawab sering. Sisanya kadang-kadang 2% dan tidak pernah 2%. Pada indikator 2 yaitu prinsip teteg, 57% responden menjawab selalu dan 33% menjawab sering menggunakan prinsip teteg. Sisanya, kadang-kadang 7% dan tidak pernah 2%. Pada indikator 3 yaitu prinsip tatag, 60% responden menjawab selalu dan 28% menjawab sering. Sisanya, 8% menjawab kadang-kadang dan 2% tidak pernah. Pada indikator 4 yaitu prinsip tanggon, 60% responden menjawab selalu dan 33% menjawab sering. Sisanya, 4% menjawab jarang dan 2% menjawab tidak pernah. Pada indikator 5 yaitu prinsip trapsila, 64% responden menjawab selalu dan 33% menjawab sering. Sisanya, 2% menjawab tidak pernah. Secara keseluruhan indikator, 90% responden menjawab selalu dan sering. Hanya 10% yang menjawab kadang-kadang, jarang atau tidak pernah.
2. Pembahasan
Kepemimpinan kewijayakusumaan adalah konsep yang berkaitan dengan prinsip dan praktik kepemimpinan yang mencerminkan nilai-nilai dan karakter Raden Wijaya. Kewijayakusumaan sebuah istilah yang sering dikaitkan dengan nilai-nilai kebijaksanaan dan kepemimpinan yang bijaksana dalam konteks budaya atau filosofi dalam tradisi Jawa. Dalam konteks budaya Jawa, Kewijayakusumaan berhubungan dengan kepemimpinan yang mengutamakan kebijaksanaan, kesabaran, dan keadilan. Kepemimpinan seperti ini biasanya dipengaruhi oleh ajaran-ajaran tradisional dan filosofi lokal, seperti yang tercermin dalam:
a. Ajaran Filosofis : Konsep kepemimpinan ini mengintegrasikan ajaran-ajaran filosofis dari tradisi Jawa, seperti ajaran dari Sunan Kalijaga atau pandangan-pandangan yang ada dalam kitab-kitab seperti Serat Centhini dan Serat Wedhatama. Ajaran ini menekankan pentingnya kepemimpinan yang penuh dengan kebijaksanaan dan kebersihan hati.
b. Nilai-nilai Kultural : Kepemimpinan kewijayakusumaan biasanya berakar pada nilai-nilai kultural seperti rasa, tanggung jawab, keberanian, dan kehormatan. Pemimpin diharapkan tidak hanya menjadi teladan dalam tindakan tetapi juga dalam cara berpikir dan berperilaku.
c. Prinsip Keadilan dan Kesabaran : Prinsip keadilan dan kesabaran sangat penting. Seorang pemimpin yang baik diharapkan bisa adil dalam mengambil keputusan, sabar dalam menghadapi berbagai tantangan, dan bijaksana dalam memberikan arahan.
d. Pendekatan Spiritual : Kepemimpinan dalam konteks ini seringkali melibatkan pendekatan spiritual, di mana pemimpin dianggap sebagai seseorang yang memiliki hubungan yang baik dengan spiritualitas atau kekuatan lebih tinggi, serta mampu memberikan inspirasi dan bimbingan yang mendalam kepada pengikutnya.
e. Keseimbangan : Seorang pemimpin yang ideal diharapkan mampu menyeimbangkan antara kebutuhan individu dan kebutuhan kelompok, serta antara inovasi dan pelestarian tradisi.
Kepemimpinan kewijayakusumaan tidak hanya berfokus pada kemampuan manajerial atau administratif, tetapi juga pada aspek moral dan etika dari kepemimpinan. Ini mencerminkan cara memimpin yang holistik dan harmonis, yang mempertimbangkan berbagai dimensi kehidupan dan sosial.
Penelitian terdahulu yang dilakukan Mat Nayan Saad (2006:146) menyatakan bahwa pemimpin adalah pejuang dan memiliki ciri – ciri sebagai berikut :
Tabel 1. Ciri pemimpin menurut Mat Nayan
1. Kesedaran & keinsafan yang mendalam.
2. Sikap, pendirian & pegangan yg kukuh.
3. Semangat membara.
4. Kemahuan, keinginan, keazaman, dan cita-cita untuk bertindak.
5. Kepercayaan dan keyakinan
6.Kerelaan, kesanggupan, serta kesungguhan bertindak, bekerja, berjuang dan berkorban.
7. Bersifat benar dan lurus.
8. Ikhlas dan jujur.
9. Bertanggungjawab dan amanah.
10.Akal yang berkeupayaan dan berkecekapan tinggi
11.Ilmu yang tinggi, luas dan dalam.
12.Mempunyai iman, ihsan, dan takwa.
13. Disiplin
14.Hikmah.
15.Tingkah laku, tabiah, budaya dan akhlak mulia.
16.Aktif dan agresif.
17.Rajin dan usaha.
18.Tekun dan tabah.
19.Tahan, cekal dan kental.
20.Berani dan tegas.
21.Teliti dan cermat.
22.Sabar.
23.Syukur.
24.Ridha.
25.Tawakkal.
26.Kebolehan memimpin.
27.Jasmani sihat dan cergas.
Sumber : Mat Nayan Saad (2006:146)
Timothy A. Judge et. al (2002, pg. 765–780) menegaskan lima sifat utama yang perlu ada dalam kepemimpinan seseorang yaitu Neuroticism (tekanan kerja), Extraversion, Openness (keterbukaan), Agreeableness (menyenangkan), Conscientiousness (berhati-hati), serta Overall Relationships (hubungan yang menyeluruh). Penelitian yang dilakukan oleh M. Abu Bakar dan Abdullah (2022) dalam artikel berjudul Kepemimpinan Ayah Muntasir dalam Keberhasilan Pendidikan Pondok Pesantren Dayah Jamiah Al-Aziziyah, yang terbit dalam Jurnal Seumubeuet: Jurnal Pendidikan Islam e-ISSN: 2963-7368 vol 1 no 2 tahun 2022, menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan yang digunakan adalah kharismatik dan demokratik.
Pada tataran hakekat, prinsip teguh telah terwakili dalam penelitian Mat Nayan Saad poin 1) Kesadaran dan keinsafan yang mendalam dan 2) Sikap, pendirian dan pegangan yang kukuh. Juga terwakili dalam Timothy Judge pada aspek Conscientiousness (kehati-hatian). Prinsip teguh juga akan terwujud dalam bentuk kharisma kepemimpinan (Abu bakar & Abdullah 2022). Prinsip teteg terwakili dalam Mat Nayan Saad poin 3) Semangat membara dan 7) Bersifat benar dan lurus. Dalam Timoty Judge terwakili pada aspek Neuroticism (tekanan kerja yang mengarah pada hal-hal negative). Prinsip tatag terwakili dalam Mat Nayan Saad poin 5) kepercayaan & keyakinan serta 6) berjuang & rela berkorban. Prinsip tanggon terwakili dalam Mat Nayan Saad poin 9) bertanggung jawab dan amanah. Prinsip trapsila terwakili dalam Timothy Judge pada aspek Overall Relationships (hubungan yang menyeluruh).
3. Prospek Kepemimpinan Kewijayakusumaan
Prospek kepemimpinan kewijayakusumaan di masa depan dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, baik dalam konteks budaya lokal maupun dalam lingkup yang lebih luas, mengingat nilai-nilai dan prinsip-prinsip kepemimpinan ini memiliki relevansi yang terus berkembang, yaitu :
A. Peningkatan Nilai Budaya dan Identitas : Kepemimpinan kewijayakusumaan, yang berakar pada nilai-nilai budaya Jawa, berpotensi memainkan peran penting dalam pelestarian dan revitalisasi budaya lokal. Di masa depan, dengan meningkatnya minat pada identitas budaya dan pelestarian warisan lokal, prinsip-prinsip kewijayakusumaan dapat membantu memperkuat identitas budaya di tengah globalisasi, yaitu : 1) Pelestarian Budaya : Kepemimpinan yang berlandaskan pada nilai-nilai tradisional dapat mendukung usaha untuk menjaga dan meneruskan kebudayaan lokal, termasuk seni, adat, dan bahasa. 2) Pengembangan Komunitas : Dengan mengintegrasikan nilai-nilai budaya dalam kepemimpinan, komunitas lokal dapat mengalami pengembangan yang lebih inklusif dan berbasis pada kearifan lokal.
B. Integrasi dengan Prinsip Kepemimpinan Modern : Konsep kepemimpinan kewijayakusumaan dapat berintegrasi dengan prinsip-prinsip kepemimpinan modern untuk menciptakan gaya kepemimpinan yang lebih holistik dan berwawasan luas, yaitu 1) Kepemimpinan Berbasis Nilai. Dalam lingkungan yang semakin berorientasi pada nilai-nilai dan etika, prinsip-prinsip kewijayakusumaan yang menekankan keadilan, kebijaksanaan, dan tanggung jawab dapat menjadi aset berharga. 2) Pendekatan Berkelanjutan. Kepemimpinan yang bijaksana dan adil dapat mendukung praktik bisnis dan organisasi yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.
C. Pengaruh dalam Konteks Global : Nilai-nilai kewijayakusumaan yang mengutamakan kebijaksanaan dan keseimbangan dapat memberikan perspektif baru dalam konteks global yang semakin kompleks, yaitu 1) Kepemimpinan Global. Dengan adanya tantangan global seperti perubahan iklim, ketidakadilan sosial, dan konflik internasional, prinsip-prinsip kepemimpinan yang bijaksana dan adil dapat memberikan solusi yang lebih manusiawi dan berkelanjutan. 2). Diplomasi Budaya. Kepemimpinan berbasis budaya seperti kewijayakusumaan dapat membantu dalam diplomasi budaya dan penguatan hubungan antarbangsa dengan mengedepankan nilai-nilai kultural yang universal.
D. Peningkatan Keterampilan Emosional dan Spiritual : Di masa depan, ada kecenderungan peningkatan fokus pada keterampilan emosional dan spiritual dalam kepemimpinan, yang sejalan dengan prinsip-prinsip kewijayakusumaan, yaitu 1) kesejahteraan dan Keseimbangan. Kepemimpinan yang mengutamakan kesejahteraan dan keseimbangan emosional dapat meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas tim atau organisasi. 2) Inspirasi dan Motivasi. Pendekatan yang mengintegrasikan aspek spiritual dan emosional dapat membantu dalam memotivasi dan menginspirasi anggota tim, serta menciptakan lingkungan kerja yang lebih harmonis.
E. Pengembangan Kepemimpinan Lokal : Di tingkat lokal, prinsip-prinsip kewijayakusumaan dapat mendorong pengembangan kepemimpinan yang lebih relevan dan sesuai dengan konteks budaya setempat, yaitu 1) Pemberdayaan Komunitas. Pemimpin yang menerapkan prinsip kewijayakusumaan dapat memberdayakan komunitas lokal dengan pendekatan yang lebih inklusif dan berbasis pada kearifan lokal. 2) Pembangunan Berbasis Komunitas. Pendekatan ini dapat mendukung pembangunan yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai komunitas lokal.
Secara keseluruhan, kepemimpinan kewijayakusumaan memiliki potensi untuk memberikan kontribusi positif di masa depan, baik dalam konteks lokal maupun global. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai kebijaksanaan dan keadilan ke dalam kepemimpinan, dapat tercipta solusi yang lebih harmonis, berkelanjutan, dan berorientasi pada kesejahteraan bersama.
SIMPULAN
Berdasarkan jawaban para responden, terbukti bahwa prinsip-prinsip Kewijayakusumaan masih relevan sampai saat ini. 90% responden masih selalu dan sering menggunakan prinsip-prinsip Kewijayakusumaan, baik dalam kehidupan berkeluarga, lingkungan sosial kemasyarakatan ataupun lingkungan pekerjaan. Prinsip – prinsip Kewijayakusumaan juga memiliki prospek dimasa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Artikel di Jurnal
Abdullah, Bakar.,A. (2022) Kepemimpinan Ayah Muntasir dalam Keberhasilan Pendidikan Pondok Pesantren Dayah Jamiah Al-Aziziyah, Jurnal Seumubeuet: Jurnal Pendidikan Islam e-ISSN: 2963-7368 vol 1 no 2
Muh Zahfri (2022). Analisis dan Evaluasi Konsep-Konsep Kepemimpinan dalam Bisnis: Sebuah Tinjauan Literatur, Aufklarung : Jurnal Pendidikan, Sosial dan Humaniora vol 2 no 1.
Purba,DF., et al (2023) Mengembangkan Kepemimpinan Pendidikan Unggul Di Era Revolusi Industri 4.0 dan Era Society 5.0, Educare : Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran, vol 3 no 1.
Sugiono et al, (2020) Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur SG Posture Evaluation, Jurnal Keterapian Fisik Poltekes Kemenkes Surakarta vol 5 no 1.
Tan, Wang (2010) Future internet: The Internet of Things, 3rd International Conference on Advanced Computer Theory and Engineering(ICACTE) proceeding
Timothy A. Judge et. al(2002). Personality and leadership: A qualitative and quantitative review. Journal of Applied Psychology by the American Psychological Association, Inc.2002, Vol. 87, No. 4, 765–780.
Buku
Abdul Ghani Abdullah, et. al (2008). Gaya-gaya kepimpinan dalam pendidikan. Kuala Lumpur: PTS Profesional Publishing. Sdn Bhd.
Ghozali, I. Latan, H. (2012). Partial Least Square : Konsep, Teknik dan Aplikasi Smart PLS 2.0 Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Mat Nayan Saad. (2006). Manusia dalam hidup dan perjuangan. Jitra: Penerbitan Manhaj.
Soedijatmiko, (2023). Buku pintar Jatidiri Kewijayakusumaan, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
[1] Tulisan ini dimuat dalam Prosiding Seminar Nasional Kusuma III, Kualitas Sumberdaya Manusia “Refleksi Budaya Kemajapahitan: SDM Unggul Menuju Indonesia Emas 2045 berbasis Sainstek Berwawasan Lingkungan dan Kewirausahaan”